Kamis, 27 Desember 2012

MISDINAR MISA NATAL PAGI 2012

Hai dengarkanlah kabar indah bagimu.
Datanglah menuju goa menghadap Allah Putra
Damai, damai, 
damailah senantiasa bagi umat pilihan.

Jangan takut, jangan cemas, 
kubawa warta surga.
Kabut dosa akan musna oleh cinta ilahi.
Damai, damai, 
damailah senantiasa bagi umat pilihan.

Lahirlah juruselamat 
dalam kandang yang hina.
Membawa damai sejati bagi umat manusia.
Damai , damai , 
damailah senantiasa bagi umat pilihan.
 


 

Rabu, 07 November 2012

SERBA SERBI PAROKI


Paroki itu apa?
Paroki adalah komunitas kaum beriman yang dibentuk secara tetap dalam Gereja Partikular (Keuskupan). Untuk reksa pastoralnya, paroki dipercayakan kepada Pastor paroki sebagai gembalanya sendiri, di bawah otoritas Uskup diosesan.(KHK 515 #1)

Maka paroki pertama-tama adalah orang beriman (personal) yang dihimpun menjadi suatu komunitas (komunal, eklesial). Bukan wilayah. Tentang "komunitas kaum beriman" ini KHK 204 menyatakan: "Orang-orang beriman kristiani ialah mereka yang lewat baptis digabungkan pada Kristus, dibentuk menjadi umat Allah dan karenanya ikut ambil bagian dalam tugas Kristus sebagai imam, nabi dan raja menurut cara masing-masing; sesuai dengan kedudukan masing-masing mereka dipanggil untuk melaksanakan perutusan yang dipercayakan Allah kepada Gereja agar dipenuhi di dunia"

"Dibentuk secara tetap" berarti memiliki dimensi "ruang" atau wilayah yang tertentu dan tidak berubah (konstan) untuk dasar perkembangannya, biasanya terkait dengan tempat kediaman warga paroki.

"Dalam Gereja Partikular" berarti merupakan bagian dari suatu Keuskupan. KHK 368-369 memberi pengertian Keuskupan sebagai bagian dari umat Allah yang membentuk Gereja Partikular yang dipimpin Uskup (suatu istilah yang dipasangkan dengan Gereja Universal, atau Gereja Semesta yang dipimpin Paus).

"Reksa Pastoral" berarti usaha menghadirkan kasih Tuhan sebagai Gembala yang mengantar umat-Nya memeroleh hidup dalam segala kelimpahan-Nya (Yoh 10:10).

"Dipercayakan pada Pastor paroki", atas mandat Uskup, sebab seorang Uskup sudah tentu akan kerepotan jika memimpin langsung banyak paroki, sehingga menunjuk seorang pastor paroki agar bertanggungjawab dalam reksa pastoral itu...

"Sebagai gembalanya sendiri".... dalam arti alamat tanggungjawab (responsibilitas) dan tanggunggugat (akuntabilitas) penggembalaan yang pasti...

"Di bawah otoritas Uskup diosesan"... artinya, tidak semau-maunya umat beriman dan pastor paroki itu sendiri, tanggungjawab dan akuntabilitas dalam reksa pastoral suatu paroki terkait dengan kuasa Uskup sebagai "imam agung kawanannya" (menurut Konstitusi Liturgi Konsili Vatikan II, SC 41-42).

Bagaimana memandang paroki kita masing-masing bercermin pada ketentuan hukum Gereja ini?

KEWAJIBAN DAN HAK WARGA PAROKI
Telah kita bahas, bahwa paroki adalah komunitas kaum beriman yang dibentuk secara tetap dalam Gereja Partikular (Keuskupan), menurut KHK 515#1. Dan sebagai suatu bentuk kebersamaan, persekutuan, (komunal/eklesial) maka di dalamnya ada ikatan kewajiban dan hak. Apapun yang dilakukan paroki berhubungan dengan kewajiban dan tanggungjawab kaum beriman.

Kewajiban Warga paroki:
1.    menurut kedudukan dan fungsi masing-masing wajib bekerja sama membangun Tubuh Kristus atau Gereja (KHK 208)
2.    wajib membina persatuan gerejawi di tingkat manapun dan menjalankan tugas kewajiban mereka dengan saksama terhadap Gereja (KHK 209)
3.    terpanggil kepada kekudusan dan wajib menjalankan hidup secara kudus sesuai status masing-masing demi memajukan Gereja dan kekudusannya (KHK 210)
4.    wajib dan berhak mewartakan Injil (KHK 211)
5.    wajib mengikuti ajaran Gereja dengan kesadaran akan tanggungjawab masing-masing (KHK 212 #1) dan berhak menyatakan harapan dan pendapatnya (KHK 212 #2,3)
6.    wajib membantu memenuhi kebutuhan Gereja bagi ibadat, kerasulan dan amal, serta nafkah yang wajar bagi para pelayan rohani, memajukan keadilan social dan membantu orang miskin (KHK 222)
7.    wajib memerhatikan kesejahteraan umum dalam melaksanakan hak-haknya (KHK 223)
8.    selaku awam beriman wajib dan berhak meresapi dan menyempurnakan tataduniawi dengan semangat Injil menurut kedudukan dan pekerjaan masing-masing dalam masyarakat (KHK 225 # 2)
9.    selaku awam yang menikah wajib membangun umat Allah melalui perkawinan dan keluarga dan wajib serta berhak mengusahakan pendidikan kristiani bagi anak-anaknya (KHK 226).
10.  selaku awam yang membantu pengabdian khusus Gereja wajib dibina selayaknya dan berhak mendapat balas jasa yang wajar (KHK 231).
Bagaimana kita menyadari kewajiban-kewajiban dan "sebagian hak" kita dan melaksanakannya dalam dinamika paroki kita?

HAK WARGA PAROKI
Telah kita bahas, bahwa paroki adalah komunitas kaum beriman yang dibentuk secara tetap dalam Gereja Partikular (Keuskupan), menurut KHK 515#1. Dan sebagai suatu bentuk kebersamaan, persekutuan, (komunal/eklesial) maka di dalamnya ada ikatan kewajiban dan hak. Apapun yang dilakukan paroki berhubungan dengan kewajiban dan tanggungjawab kaum beriman.

Hak-hak Warga paroki:
1.    berhak menerima bantuan rohani, terutama Sabda Allah dan sakramen-sakramen (KHK 213)
2.    berhak mengadakan ibadat dan mengikuti bentuk khas hidup rohani sejauh selaras dengan ajaran Gereja (KHK 214)
3.    berhak mendirikan dan memimpin perserikatan amal saleh, pembinaan panggilan kristiani dan untuk mengadakan pertemuan-pertemuan (KHK 215)
4.    berhak memajukan dan mendukung karya kerasulan, dan apabila menggunakan nama "katolik" hanya diperkenankan atas persetujuan kuasa Gerejawi yang berwenang atau Uskup (KHK 216)
5.    berhak memeroleh pendidikan kristiani untuk mencapai kedewasaan pribadi, mengetahui dan menghayati misteri keselamatan (KHK 217)
6.    yang memelajari filsafat dan teologi berhak mengadakan penelitian dan menyampaikan pendapat secara arif dalam batas kepatutan dan kepatuhan pada kuasa mengajar Gereja (KHK 218)
7.    berhak memilih status hidup: menikah atau lajang (KHK 219)
8.    berhak menuntut dan membela hak-haknya dalam pengadilan Gereja menurut norma hukum, dan menjalani pengadilan menurut norma hukum (KHK 221)
9.    selaku awam beriman memiliki hak dan kebebasan mengenai soal-soal duniawi, meresapinya dengan semangat Injil dan ajaran Gereja, namun untuk soal-soal yang bersifat terbuka hendaknya berhati-hati jangan mengajukan pendapat pribadi seolah-olah pendapat Gereja (KHK 227)
10.  selaku awam dapat ditugaskan menjadi lektor, akolit, komentator, pembawa nyanyian, memberi pelayanan sabda, memimpin doa-doa menurut peraturan yang berlaku (KHK 230)
11.  yang tergabung dalam serikat-serikat awam hendaknya membantu karya kristiani di lingkungan paroki di mana ia berada (KHK 237-239)
12.  selaku rohaniwan/wati bersatu rasa kepada Gereja (sentire cum ecclesiam) membantu karya Paroki setempat sejauh konstitusi dan regula Tarekat mengizinkan.

Sumber: Bambang Kuss dalam page "Dinamika Paroki kita"

Jumat, 01 Juni 2012

SEJARAH BERDIRINYA WILAYAH UTARA PAROKI MAKALE


Pada mulanya cikal bakal Wilayah Utara Paroki Makale merupakan kelompok kategorial yang dibentuk dalam rangka mewadahi kegiatan olah raga yang dilakukan setiap masa prapaskah dan menjelang puncak Devosi kepada Bunda Maria di bulan Mei setiap tahun yang dipusatkan di Statsi Bera. Kelompok yang mewadahi tersebut ada sejak tahun 1979 dimana padaa saat itu pastor yang bertugas di Paroki Makale adalah Pastor Marinus Marannu. Namun, kegiatannya baru sebatas kegiatan olah raga yang dipertandingkan antaras stasi-stasi yang ada di bagian selatan Paroki Makale, bagian tengah dan utara.

Kegiatan ini tetap berlangsung hingga tahun 1980. Ketika Pastor Lambertus menjabat selaku Pastor Paroki Makale, sejak tahun 2981 struktur organisasi tingkat wilayah diperkenalkan kepada tokoh umat dan Pengurus Dewan Paroki Makale, sehingga mulai pada tahun itu Wilayah Utara dicetuskan dengan pertimbangan:
1.    Letak geografis Paroki Makale memanjang dari utara ke selatan yang kondisinya bergunung-gunung dan sangat sulit dijangkau khususnya pada musim penghujan.
2.    Wilayah Paroki Makale sangat luas sehingga sangat sulit kalau pelayanan hanya dilakukan di pusat paroki.
3.    Karena luasnya lingkup Paroki Makale serta cukup banyaknya stasi di paroki ini sehingga memungkinkan dilakukan penjajakan pemekaran Paroki Makale.

Tujuan dari Pembentukan Wilayah Utara:
1.    Untuk lebih mendekatkan pelayanan khususnya perayaan hari-hari besar seperti Paskah dan Natal yang dikoordinir pada tingkat wilayah.
2.    Untuk lebih memudahkan koordinasi di antara umat stasi yang tersebar di Paroki Makale dalam lingkup wilayah yang lebih kecil dan lebih terjangkau.
3.    Wilayah utara dipersiapkan menjadi cikal bakal Paroki Makale Utara.

Pada awalnya (tahun 1979) Wilayah Utara terdiri dari 8 stasi, masing-masing:
1.    Stasi Hati Kudus Yesus Mareali
2.    Stasi Santo Paulus Rantetayo
3.    Stasi Santo Yosep Mandetek
4.    Stasi Santo Yosep Lion
5.    Stasi Santo Yosep Batupapan
6.    Stasi Santa Maria Padang Iring
7.    Stasi Kristus Raja Tarongko
8.    Stasi Tri Tunggal Mahakudus Lapandan

Perkembangan umat di beberapa stasi tersebut berkembang dengan cepat, sehingga pada tahun 1987 Stasi Santa Maria Padang Iring melahirkan Stasi Persiapan Rarung Lameme. Demikian pula perkembangan umat di Stasi Santo Yosep Batupapan dan Stasi Hati Kudus Yesus Mareali semakin pesat sehingga pada tahun 1990 Stasi Batupapan membuka cabang kebaktian di Sepang yang saat ini dikenal dengan Stasi Santa Anna Mamabo. Demikian pula Stasi Mareali mengembangkan sayapnya ke Luak dengan membuka Stasi Persiapan Suka sehingga sejak tahun 1990 jumlah stasi dan stasi persiapan di Wilayah Utara menjadi 11 Stasi.

Stasi Santa Anna Mamabo dan Stasi Santo Paulus Suka resmi menjadi stasi defenitif sejak tanggal 13 Oktober 1996 yang peresmiannya bersamaan dengan pelaksanaan Pemberkatan Gedung Gereja Stasi Hati Kudus Yesus Mareali oleh Uskup Agung Ujung Pandan, Mgr. Yohanis Liku Ada’, Pr.

Sejak tahun 1990 hingga 1993 di Wilayah Utara terdapat 11 stasi. Sejak tahun 1993, isu rencana pemekaran Paroki Makale menjadi santer dan wilayah makale disebut-sebut sebagai cikal bakal Paroki Makale Utara, sehingga saat itu telah disepakati bahwa Paroki Makale Utara akan dipusatkan di Stasi Kristus Raja Tarongko dengan menempati lokasi SD Ex. Yayasan Yosep. Namun kenyataan menjadi lain ketika keluar surat uskup tentang Pemekaran Paroki di Toraja. Ternya terhitung 1 Januari 1995, Rantetayo menjadi pusat paroki tetapi harus berpisah dengan 8 stasi lainnya yang ada dalam wilayah pemerintahan Kecamatan Makale. Karenanya yang masuk ke Paroki Rantetayo hanya tiga stasi yakni Stasi Santa Maria Padang Iring, Stasi Santo Paskalis Rarung Lameme dan Stasi Santo Paulus Rantetayo sendiri. Tinggallah 8 stasi di Wilayah Utara Paroki  Makale. Hingga tahun 2009, Stasi Santa Anna Mamabo membuka cabang baru di To’bo’ne. Sehingga saat ini terdapat 9 stasi di Wilayah Utara.

sumber: Materi Sidang Wilayah Utara 21 Maret 2004

Jumat, 03 Februari 2012

Pahlawan Nasional untuk Kasimo

Selasa, 8 November 2011. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Ignatius Joseph Kasimo Hendrowahyono, di Istana Negara, Jakarta.

Gelar itu diterima oleh Ignatius Maria Wartono putera kedua Kasimo. Selain Kasimo, gelar Pahlawan Nasional juga diberikan kepada enam tokoh lain. Mereka adalah: Mantan Kepala Pemerintah Darurat Republik Indonesia Syafruddin Prawiranegara (1911-1989); Ulama Besar, Ketua PBNU 1956-1984, Mantan Ketua DPR K.H. Idham Chalid (1921-2010); Ulama Besar dan Sasterawan Prof Dr Haji Abdul Malik Karim Amrullah yang lebih dikenal dengan nama HAMKA (1908-1981); tokoh pendidikan/Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Ki Sarmidi Mangunsarkoro (1904-1957); Mantan Anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI, Dokuritu Zyunbi Tyoosa Kai) I Gusti Ketut Pudja (1908-1977); dan Raja Surakarta 1893-1939 Susuhunan Pakubuwono X (1866-1939).

Kasimo adalah Ketua Partai Katolik yang ia dirikan kembali pada 12 Desember 1945 dengan nama Partai Katolik Republik Indonesia (PKRI). Sebenarnya Partai Katolik sudah dirintis sejak 1917, namun pendiriannya secara resmi baru tahun 1924 diYogyakarta, dengan nama Katholiek Djawi. Kasimo memimpin Katholiek Djawi menggantikan F. S Harijadi, dan mengubah nama Katholiek Djawi menjadi Perkoempoelan Politiek Katholiek di Djawa (PPKD). Demi kebutuhan strategi politik saat itu, PPKD berafiliasi dengan Indische Katholieke Partij. Sebagai pemimpin PPKD, Kasimo menjadi anggota Volksraad dari tahun 1931 sampai 1942. Pada Masa Pendudukan Jepang, PPKD dibekukan Jepang.

Pada masa revolusi kemerdekaan, Kasimo beberapa kali menjadi menteri. Selama menjadi menteri antara 1947-1948 itulah Kasimo mencanangkan sebuah program yang terkenal dengan sebutan Rencana Kasimo (Kasimo Plan). Kasimo Ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia secara formal ke Pemerintah Kolonial Hindia Belanda di Volksraad. Ia sudah berani berpidato menuntut Kemerdekaan Indonesia dalam salah satu sidang Volksraad ketika belum setahun menjadi anggota “parlemen” Hindia Belanda tersebut. Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, ia dan Mohammad Natsir pemimpin Partai Masyumi, gigih menentang kebijakan pemerintah yang terlalu berpihak kepada Partai Komunis Indonesia.

Sebagai ungkapan rasa syukur atas penetapan Kasimo menjadi pahlawan nasional diadakan ziarah ke makam Kasimo di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan, pada Sabtu, 12 November 2011. Doa dipimpin oleh Ketua Komisi Kerasulan Awam, Konferensi Waligereja Indonesia, Mgr Yustinus Harjosusanto MSF, disusul upacara tabur bunga. Selain keluarga I.J. Kasimo, hadir beberapa tokoh Katolik, antara lain Harry Tjan Silalahi, St. Sularto, Krissantono, Muliawan Margadana, Hermawi Fransiskus Taslim. Juga tampak beberapa aktivis Lembaga Kategorial seperti ISKA, WKRI, PMKRI, dan Pemuda Katolik.

Di mata keluarga

Putera kedua Kasimo, Ignatius Maria Wartono berkisah, “Saya tidak pernah menyangka kalau bapak akan dianugerahi gelar pahlawan nasional.” Ia menambahkan, bapaknya adalah sosok yang sederhana, jujur, disiplin, dan pintar. “Bapak pernah beberapa kali menjadi Menteri pada zaman Bung Karno. Padahal bapak dari partai kecil, tapi dipilih,” katanya.

Menurut kesaksian Wartono, Kasimo adalah sosok yang taat beribadah. Setiap pagi, Kasimo selalu pergi ke gereja untuk Misa. Kebiasaan ini selalu dilakukannya, baik ketika di Yogyakarta, Solo, maupun Jakarta. Wartono juga mengungkapkan bahwa ayahnya kerap lebih mengutamakan partai dan negara dibanding keluarga. Wartono menceritakan, “Selesai Konferensi Meja Bundar 1949 di Belanda, bapak pulang membawa oleh-oleh kamera.” Ia berpikir, kamera itu untuk keluarga. Tetapi, sambil terkekeh sang bapak menyahut, “Ini untuk partai.” Wartono mengucapkan terima kasih kepada pemerintah dan panitia yang telah mengusulkan Kasimo sebagai Pahlawan Nasional sejak 2010. Orang-orang di balik upaya ini antara lain Jakob Oetama, Harry Tjan Silalahi, J. Kristiadi, St. Sularto, dan Arief Priyadi

sumber: hidupkatolik.com